ads

Senin, 11 Juni 2012

PROFESI KEGURUAN ”PROGRAM BIMBINGAN DI SEKOLAH DAN PERANAN GURU DALAM PELAKSANAANNYA”

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  LATAR BELAKANG

Prinsip-prinsip bimbingan harus diterjemahkan ke dalam program-program sebagai pedoman pelaksanaan di sekolah. Di dalam menerjemahkan prinsip ke dalam program peranan guru sangat penting karena guru merupakan sumber yang sangat menguasai informasi tentang keadaan siswa. Di dalam membuat program tersebut, kerja sama konselor dengan personel lain di sekolah merupakan suatu syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Kerja sama ini akan menjamin tersususnnya program bimbingan dan konseling yang komprehensif, memenuhi sasaran, serta realistik.
Meskipun keberadaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah sudah lebih diakui sebagai profesi, namun masih ada persepsi negatif tentang bimbingan dan konseling terutama keberadaannya di sekolah dari para guru, sebagian pengawas, kepala sekolah, para siswa, orang tua siswa bahkan dari guru BK sendiri. Selain persepsi negatif tentang BK, juga sering muncul tudingan miring terhadap guru bimbingan dan konseling di sekolah.
Munculnya persepsi negatif tentang BK dan tudingan-tudingan miring terhadap guru BK antara lain disebabkan ketidaktahuan akan tugas, peran, fungsi, dan tanggung jawab guru BK itu sendiri. Selain itu, bisa disebabkan oleh tidak disusunnya program BK secara terencana.






1.2 RUMUSAN MASALAH
            Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan rumusan permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah program bimbingan dan konseling di sekolah?
2.      Bagaimanakah peranan guru dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah?



1.3  TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah:
  1. Mengetahui program bimbingan dan konseling di sekolah
  2. Mengetahui program bimbingan di sekolah


1.4  MANFAAT  PENULISAN
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Dapat memberikan  informasi-informasi penting yang tentunya bermanfaat bagi para calon pengajar sehingga tahu lebih detail mengenai Program bimbingan sekolah.
b.      Menambah wawasan atau pengetahuan kita tentang Program bimbingan sekolah
 sehingga berguna dan untuk bekal kita sebagai calon pendidik.







BAB II
PEMBAHASAN



2.1 Program Bimbingan di Sekolah
            Keiatan bimbingan dan konseling dapat mencapai hasil yang efektif bilamana dimulai dari adanya program yang disusun dengan baik.

 Pengertian Program Bimbingan
            Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell (1981) program bimbingan dan konseling adalah suatu program yang memberikan layanan khusus yang dimaksudkan untuk membantu individu dalam mengadakan penyesuaian diri.
            Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) menyatakan bahwa program bimbingan yang disusun dengan baik dan rinci akan memberikan banyak keuntungan, seperti:
a)      Memungkinkan para petugas menghemat waktu, usaha, biaya, dengan menghindari kesalahan-kesalahan, dan usaha coba-coba yang tidak menguntungkan.
b)      Memungkinkan siswa untuk mendapatkan layanan bimbingan secara seimbang dan menyeluruh, baik dalam hal kesempatan, ataupun dalam jenis layanan bimbingan yang diperlukan;
c)      Memungkinkan setiap petugas mengetahui dan memahami peranannya masing-masing dan mengetahui bagaimana dan di mana mereka harus melakukan upaya secara tetap; dan
d)     Memungkinkan para petugas untuk menghayati pengalaman yang sangat berguna untuk kemajuannya sendiri dan untuk kepentingan siswa dibimbingnya.

            Pendapat di atas menekankan perlunya rumusan program bimbingan yang jelas dan sistematik.


2.2  Langkah-Langkah Penyusunan Program Bimbingan

      Dalam penyusunan program bimbingan perlu ditempuh langkah-langkah seperti dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) seperti berikut:
a)      Tahap persiapan.
b)      Pertemuan-pertemuan permulaan dengan para konselor yang telah ditunjuk oleh pemimpin sekolah.
c)      Pembentukan panitia penyelenggara program.
d)     Pembentukan panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan.

2.3  Variasi Program Bimbingan menurut Jenjang pendidikan
            Winkel (1991) memberikan rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam menyusun program bimbingan di tingkat pendidikan tertentu, yaitu:
a)      Menyusun tujuan jenjang pendidikan tertentu, seperti yang telah dirumuskan.
b)      Menyusun tugas-tugas perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik pada tahap perkembangan tertentu.
c)      Menyusun pola dasar yang dipedomani dalam memberikan layanan.
d)     Menentukan komponen-komponen bimbingan yang diprioritaskan.
e)      Menentukan bentuk bimbingan yang sebaiknya diutamakan.
f)       Menentukan tenaga-tenaga bimbingan yang dapat dimanfaatkan, misalkan konselor, guru atau tenaga ahli lainnya.

            Berdasarkan rambu-rambu tersebut, program bimbingan untuk masing-masing jenjang pendidikan dapat dirumuskan dengan tepat sesuai dengan karakteristiknya.

a.  Pendidikan Taman Kanak-Kanak
            Taman kanak-kanak sebenarnya belum termasuk jenjang pendidikan formal dan lebih dikenal dengan pendidikan prasekolah.

b.  Program Bimbingan di Sekolah Dasar
            Berkenaan dengan penyusunan program bimbingan di sekolahdasar, Gibson dan Mitchell (19810 mengemukakan beberapa factor yang harus dipertimbangkan, seperti:
a)      Kegiatan bimbingan di SD hendaknya lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas belajar.
b)      Di SD masih menggunakan system guru kelas sehingga seandainya ada anak yang tidak disenangi oleh guru, maka akan lebih fatal akibatnya.
c)      Adanya kecendrungan seorang anak bergantung kepada teman sebayanya.
d)     Minat orang tua dominan mempengaruhi nilai kehidupan anak.
e)      Masalah-masalah yang timbul di tingkat SD, dan tidak terlalu kompleks.

c.  Program Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
            Secara garis besar program bimbingan dan konseling di SLTP hendaknya berorientasi kepada:
a)      Bimbingan belajar, karena cara belajar di SLTP berbeda dengan di SD.
b)      Bimbingan tentang hubungan muda-mudi, karena pada usia ini mereka mulai mengenal hubungan cinta kasih (Gibson dan Mitchell, 1981).
c)      Pada usia ini mereka mulai membentuk kelompok sebaya, maka program bimbingan hendaknya juga menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan social.
d)     Bimbingan yang berorientasi pada tugas-tugas perkembangan anak usia 12-15 tahun.
e)      Bimbingan karier baik yang menyangkut pemahaman tentang dunia pendidikan atau pekerjaan.

d.  Program Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
            Program bimbingan di SLTA hendaknya berorientasi kepada:
a)      Hubungan muda-mudi/hubungan social.
b)      Pemberian informasi pendidikan dan jabatan.
c)      Bimbingan cara belajar.




e.  Program Bimbingan di Perguruan Tinggi
            Efektivitas dan efisiensi program bimbingan dapat terwujud bila diarahkan kepada masalah-masalah sebagaimana digambarkan di atas. Oleh sebab itu, program bimbingan di perguruan tinggi hendaknya berorientasi kepada:
1)      Bimbingan belajar di perguruan tinggi atau bimbingan yang bersifat akademik.
2)      Hubungan social dan hubungan muda-mudi.
Paragraf yang baik harus memiliki dua ketentuan, yaitu kesatuan paragraf dan kepaduan paragraf.

2.4  Tenaga Bimbingan di Sekolah Beserta Fungsi dan Peranannya.
            Dalam kurikulum SMA 1975 Buku III C tentang Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan dikemukakan bahwa konselor di sekolah terdiri dari:
a)      Kepala sekolah
b)      Penyuluh Pendidikan (Konselor sekolah)
c)      Guru Pembimbing/Wali Kelas
d)     Guru/Pengajar
e)      Petugas Administrasi


2.5 Struktur Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
            Pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan tanggung jawab kepala sekolah. Program bimbingan di sekolah merupakan bagian yang terintegrasi dengan seluruh kegiatan pendidikan. Dalam kurikulum SMA tahun 1975 buku III C dinyatakan bahwa kepala sekolah berperan langsung sebagai koordinator bimbingan dan berwenang untuk menentukan garis kebijaksanaan bimbingan, sedangkan konselor merupakan pembantu kepala sekolah yang bertanggung jawab kepada kepala sekolah.

6. Mekanisme Implementasi Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah
            Untuk melaksanakan program bimbingan dan konseling di sekolah, konselor beserta personel lainnya perlu memperhatikan komponen kegiatan sebagai berikut:
  1. Komponen pemrosesan data
  2. Komponen kegiatan pemberian informasi
  3. Komponen kegiatan konseling
  4. Komponen pelaksana
  5. Komponen metode/alat
  6. Komponen waktu kegiatan
  7. Komponen sumber data



2.6  Peranan Guru dalam Pelaksanaan Bimbingan di Sekolah
            Dalam layanan bimbingan, guru mempunyai beberapa tugas utama, sebagaimana dituangkan dalam kurikulum SMA 1975 tentang Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.

1.  Tugas Guru dalam Layanan Bimbingan di Kelas
            Perilaku guru dapat mempengaruhi keberhasilan belajar, misalnya guru yang bersifat otoriter akan menimbulkan suasana tegang, hubungan guru siswa menjadi kaku, keterbukaan siswa untuk mengemukakan kesulitan-kesulitan sehubungan dengan pelajaran itu menjadi terbatas, dan sebagainya. Oleh Karena itu, guru harus dapat menerapkan fungsi bimbingan dalam kegiatan belajar mengajar. Sehubungan dengan itu, Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam proses belajar-mengajar sesuai dengan fungsinya sebagai guru dan pembimbing, yaitu:
a)      Perlakuan terhadap siswa didasarkan atas keyakinan bahwa sebagai individu, siswa memiliki potensi untuk berkembang dan maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri.
b)      Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa.
c)      Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati, menyenangkan.
d)     Pemahaman siswa secara empatik.
e)      Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu.
f)       Penampilan diri secara asli (genuine) tidak berpura-pura, di depan siswa.
g)      Kekonkretan dalam menyatakan diri.
h)      Penerimaan siswa secara apa adanya.
i)        Perlakuan terhadap siswa secara permissive.
j)        Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantu siswa untuk menyadari perasaannya itu.
k)      Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran saja, melainkan menyangkut pengembangan siswa menjadi individu yang lebih dewasa.
l)        Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus.


            Abu Ahmadi (1977) mengemukakan peran guru sebagai pembiming dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, sebagai berikut:
a)      Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasaaman, dan berkeyanikan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian.
b)      Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap, minat, dan pembawaannya.
c)      Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku social yang baik.
d)     Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
e)      Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minatnya.


2.  Tugas Guru dalam Operasional Bimbingan di Luar Kelas
            Tugas guru dalam layanan bimbingan tidak terbatas dalam kegiatan proses belajar-mengajar atau dalam kelas saja, tetapi juga kegiatan-kegiatan bimbingan di luar kelas. Tugas-tugas bimbingan itu antara lain:
  1. memberikan pengajaran perbaikan (remedial teaching).
  2. memberikan pengayaan dan pengembangan bakat siswa.
  3. melakukan kunjungan rumah (home visit).
  4. menyelenggarakan kelompok belajar.

            Beberapa contoh kegiatan tersebut memberikan bukti bahwa tugas guru dalam kegiatan bimbingan sangat penting. Kegiatan bimbingan tidak semata-mata tugas konselor saja. Tanpa peran serta guru, pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah tidak dapat terwujud secara optimal.


C.  Kerja Sama Guru dengan Konselor dalam Layanan Bimbingan
            Dalam kegiatan-kegiatan belajar-mengajar sangat diperlukan adanya kerja sama antara guru dengan konselor demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Pelaksanaan tugas pook guru dalam proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bimbingan, sebaliknya layanan bimbingan di sekolah perlu dukungan atau bantuan guru.




BAB III
PENUTUP


3.1 KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
  1. Program bimbingan menyangkut dua actor, yaitu: (1) actor pelaksana atau orang yang akan memberikan bimbingan dan (2) actor-faktor yang berkaitan dengan perlengkapan, metode, bentuk layanan siswa-siswa, dan sebagainya, yang mempunyai kaitan dengan kegiatan bimbingan.
  2. Peranan guru dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) tugas dalam layanan bimbingan dalam kelas dan (2) di luar kelas.


           









DAFTAR PUSTAKA

A.Hellen. 2005. Bimbingan dan konseling. Ciputat: Quantum Teaching.
Ahmad, Abu. 19977. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Semarang: Toha Putra.
Depdikbud. 1976. Kurikulum Sekolah Menengah Atas 1975, Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan. Jakarta: Balai Pustaka.
Natawidjaja, Rochman. 1989. Peranan Guru dalam Bimbingan. Bandung: Abardin.
































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

sponsor