ads

Kamis, 14 Juni 2012

MAKALAH PROFESI KEGURUAN "BIMBINGAN DAN KONSELING"


BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan pendidikan mensyaratkan perkembangan kemampuan siswa secara Optimal, dengan kemampuan untuk berkreasi, mandiri, bertanggung jawab dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Sebagai individu, siswa memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan. Kenyataan yang dihadapi, tidak semua siswa menyadari potensi yang dimiliki untuk kemudian memahami dan mengembangkannya. Disisi lain sebagai individu yang berinterksi dengan lingkungan, siswa juga tidak dapat lepas dari masalah.
Menyadari hal di atas siswa perlu bantuan dan bimbingan orang lain agar dapat berindak dengan tepat sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya. Sekolah sebagai institusi pendidikan tidak hanya berfungsi memberikan pengetahuan tetapi juga mengembangkan kesluruhan kepribadian anak. Sebagai profesional guru memegang peran penting dalam membantu murid mengembangkan seluruh aspek kepribadian dan lingkungannya.

















BAB II
PEMBAHASAN

F.      Prinsip-prinsip Operasional Bimbingan dan Konseling di Sekolah
 Prinsip ini mengatur landasan teoritis pelaksanaan layanan bimbingan konseling. Terdapat empat prinsip yaitu prinsip umum, prinsip yang berhubungan dengan individu yang dibimbing. Individu pembimbing dan prinsip yang berkaitan dengan organisasi dan administrasi bimbingan.
1.      Prinsip umum antara lain mengatur tentang pengkajian masa lalu sebagai pembentuk aspek kepribadian, pemahaman atas perbedaan karakter tiap individu, bantuan diberikan agar individu mampu mandiri, bimbingan harus disesuaikan dengan program pendidikan, bimbingan dipimpin orang yang profesional dan terhadap program bimbingan harus selalu diadakan penilaian antara pelaksanaan dan rencana yang dirumuskan.
2.      Prinsip yang berkaitan dengan individu yang dibimbing: bimbingan haruslah ditujukan pada seluruh siswa, ada kriteria prioritas layanan. Bimbingan harus berpusat pada siswa, haruslah dapat memenuhi kebutuhan tiap individu yang beragam. Keputusan terakhir haruslah pada klien dan klien berangsung-angsur harus mampu untuk mandiri.
3.      Prinsip bagi pembimbing meliputi kualifikasi yang memadai, kesempatan mengembangkan diri lewat berbagai pelatihan. Pembimbing perlu memanfaatkan semua sumber, berbagai metode dan teknik bimbingan bagi efektivitas pemberian bantuan pada siswa. Konselor harus menjaga asas kerahasiaan klien.
4.      Prinsip dalam organisasi dan administrasi bimbingan meliputi prinsip kesinambungan, ada kartu pribadi bagi setiap siswa, bimbingan harus disesuaikan dengan kebutuhan sekolah. Ada pembagian waktu yang baik, berbagai metode bimbingan baik individual dan kelompok. Sekolah perlu bekerja sama dengan lembaga lain diluar sekolah dan kepala sekolah memegang tanggung jawab tertinggi dalam pelakasanaan bimbingan.
   G.     Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Asas adalah segala hal yang harus dipenuhi dalam melaksanakan suatu kegiatan. Menurut Prayitno ada beberapa asas yang harus diperhatikan:
1.       Asas Kerahasiaan
Asas ini merupakan asas kunci, karena klien mampu mengungkap masalahnya pada orang yang dipercaya klien. Dengan adanya keterbukan masalah akan dapat diselesaikan dengan baik.
2.       Asas Keterbukaan
Asas ini didasarkan atas asas kerahasiaan. Klien dan konselor perlu suasana keterbukaan untuk mengungkapkan perasaan, pemikiran dan keinginan yang berkaitan dengan permasalahan yang ingin diselesaikan.
3.        Asas kesukarelaan
Asas ini lebih terkait dengan pribadi konselor. Konselor perlu memiliki sikap sukarela dalam membantu menyelesaikan permasalahan klien. Dengan sikap sukarela dari konselor klien akan dengan sukarela pula menceritakan dan mencari solusi atas permasalahannya.
4.       Asas kekinian
Fokus pemecahan permasalahan klien adalah pada masa saat ini. Apa yang saat ini dirasakan dan menjadi permasalahan klien adalah hal yang perlu diselesaikan dalam pertemuan konseling.
5.       Asas kegiatan
Konseling dapat berlangsung baik apabila klien mau melaksanakan tugas yang diberikan. Konselor hendaknya mampu memotivasi klien melakukan kegiatan yang disarankan dalam sesi konseling demi tujuan penyelesaian masalah klien.
6.       Asas kedinamisan
Dinamis merupakan perubahan menuju pada kemajuan yang terjadi pada klien. Konselor hrus memberikan layanan yang sesuai dengan sifat keunikan tiap individu demi perubahan ke arah perkembangan pribadi yang lebih baik.
7.       Asas keterpaduan
Dalam pemberian layanan, konselor perlu memperhatikan aspek kepribadian klien yang diarahkan untuk mencapai keharmonisan dan keterpaduan. Keterpaduan ini berkaitan dengan aspek klien maupun mengenai keterpaduan isi dan proses layanan.
8.       Asas kenormatifan
Usaha layanan tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlalu sehingga tidak terjadi penolakan dari pihak yang dibimbing. Asas ini berkaitan dengan proses dan saran atau keputusan yang dibahas dalam konseling.
9.       Asas keahlian
Proses konseling harus dilakukan dengan profesional dan oleh orang yang profesional yang menntut ketrampilan khusus dan terlatih untuk melakukan konseling.
10.   Asas alih tangan
Asas ini bertujuan agar tidak terjadi pemberian layanan yang tidak tepat. Bila permasalahan klien perlu penanganan dari ahli yang lain maka pengalihtanganan kepada pihak yang lebih ahli perlu dilaksanakan.
11.   Asas tut wuri handayani
Makna layanan bimbingan dan konseling tidak hanya berkaitan dengan permasalahan saat tertentu melainkan makna tersebut tetap dirasakan oleh klien pada masa yang akan datang.
H. Orientasi Layanan Bimbingan dan Konseling
1. Orientasi Perseorangan
Dalam hal ini individu diutamakan dan kelompok dianggap sebagai lapangan yang dapat memberikan pengaruh tertentu terhadap individu. Dengan kata lain, kelompok dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kebahagiaan individu, dan bukan sebaliknya. Pemusatan perhatian terhadap individu itu sama sekali tidak berarti mengabaikan kepentingan kelompok; dalam hal ini kepentingan kelompok diletakkan dalam kaitannya dengan hubungan timbal balik yang wajar antarindividu dan kelompoknya. (Prayitno dan Amti, 2004:234-235) sejumlah kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam bimbingan dan konseling dapat dicatat sebagai berikut:
a.       Semua kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu yang menjadi sasaran layanan.
b.       Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan berkenaan dengan individu untuk memahami kebutuhan-kebutuhan, motivasi-motivasinya, dan kemampuan-kemampuan potensialnya, yang semuanya unik, serta untuk membantu individu agar dapat menghargai kebutuhan, motivasi, dan potensinya itu kea rah pengembangannya yang optimal, dan pemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi diri dan lingkungan.
c.       Setiap klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangani secara individual(Rogers, dalam McDaniel, 1956).
d.      Adalah menjadi tanggungjawab konselor untuk memahami minat, kemampuan, dan persaan klien serta untuk menyesuaikan program-program pelayanan dengan kebutuhan klien setepat mungkin. Tylor(1956) juga menyatakan bahwa kelas social keluarga dapat menimbulkan terjadinya perbedaan individu.
Perbedaan latar belakang kehidupan individu dapat mempengaruhinya dalam cara berpikir, cara berperasaan, dan cara menganalisis data. Dalam layanan dan bimbingan konseling ini harus menjadi perharian besar. Inilah yang dimaksud dengan orientasi individual.
2. Orientasi Perkembangan
Salah satu fungsi bimbingan dan konseling adalah fungsi tersebut adalah pemeliharaan dan pengembangan. Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan yang hendaknya diterjadikan pada diri individu. Peranan bimbingan dan konseling adalah memberikan kemudahan-kemudahan bagi gerak individu menjalani alur perkembangannya. Pelayanan bimbingan dan konseling berlangsung dan dipusatkan untuk menunjang kemampuan inheren individu bergerak menuju kematangan dalam perkembangannya. Ivey dan Rigazio(dalam Mayers, 1992) menekankan bahwa orientasi perkembangan justru merupakan ciri khas yang menjadi inti gerakan bimbingan. Perkembangan merupakan konsep inti dan terpadukan, serta menjadi tujuan dari segenap layanan bimbingan dan konseling. Selanjutnya ditegaskan bahwa, praktek bimbingan dan konseling tidak lain adalah memberikan kemudahan yang berlangsung perkembangan yang berkelanjutan. Permasalahan yang dihadapi oleh individu harus diartikan sebagai terhalangnya perkembangan, dan hal itu semua mendorong konselor dan klien bekerjasama untuk menghilangkan penghalang itu serta mempengaruhi lajunya perkembangan klien.
Secara khusus, Thompson&Rudolph(1983) melihat perkembangan individu dari sudut perkembangan kognisi. Dalam perkembangannya, anak-anak berkemungkinan mengalami hambatan perkembangan kognisi dalam empat bentuk:
a)  Hambatan egosentrisme, yaitu ketidakmampuan melihat kemungkinan laindi luar apa yang dipahaminya.
b)  Hambatan konsentrasi, yaitu ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian pada  lebih dari satu aspek tentang sesuatu hal.
c)  Hambatan reversibilitas, yaitu ketidakmampuan menelusuri alur yang terbalik dari alur yang dipahami semula.
d) Hambatan transformasi, ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada susunan urutan yang ditetapkan.
Thompson & Rudolph menekankan bahwa tugas bimbingan dan konseling adalah menangani hambatan-hambatan perkembangan itu.
3. Orientasi Permasalahan
Dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang telah dibicarakan, orientasi masalah secara langsung bersangkut-paut dengan fungsi pencegahan dan fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat terhindar dari masalah-masalah yang mungkin membebani dirinya, sedangkan fungsi pengentasan menginginkan agar individu yang sudah terlanjur mengalami maslaah dapat terentaskan masalahnya. Melalui fungsi pencegahan, layanan dan bimbingan konseling dimaksudkan mencegah timbulnya masalah pada diri siswa sehingga mereka terhindar dari bernagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangannya. Fungsi ini dapat diwujudkan oleh guru pembimbing atau konselor dengan merumuskan program bimbungan yang sistematis sehingga hal-hal yang dapat menghambat perkembangan siswa kesulitan belajar, kekurangan informasi, masalah sosial, dan sebagainya dapat dihindari. Roos L. Mooney (dalam Prayitno, 1987) mengidentifikasi 330 masalah yang digolongkan ke dalam sebelas kelompok masalah, yaitu kelompok masalah yang berkenaan dengan :
a. perkembangan jasmani dan kesehatan (PJK)
b. keuangan, keadaan lingkungan, dan pekerjaan (KLP)
c. kegiatan sosial dan reaksi (KSR)
d. hubungan muda-mudi, pacaran, dan perkawinan (HPP)
e. hubungan social kejiwaan (HSK)
f. keadaan pribadi kejiwaan (KPK)
g. moral dan agama (MDA)
h. keadaan rumah dan keluarga (KRK)
i. masa depan pendidikan dan pekerjaan (MPP)
j. penyesuaian terhadap tugas-tugas sekolah (PTS)
k. kurikulum sekolah dan prosedur pengajaran (KPP)
Frekuensi dialaminya masalah-masalah tersebut juga bervariasi. Satu jenis masalah barangkali lebih banyak dialami, sedangakan jenis masalah lain lebih jarana muncul. Frekuensi munculnya masalah-masalah itu diwarnai oleh berbagai kondisi lingkungan.

I.                   Kode Etik Bimbingan dan Konseling

PROSES PADA PELAYANAN
1.  Hubungan dalam Pemberian pada Pelayanan
a. Konselor wajib menangani konseli selama ada kesempatan dalam hubungan antara konseli dengan konselor.
Dalam konseling harus ada kesepakatan terlebih dahulu antara konselor dan konseling kapan dan dimana konseling akan dilangsungkan. Hal itu berarti bahwa konseling dilakukan ketika kedua belah pihak, yaitu konselor dan konseli memiliki kesempatan waktu untuk bertemu untuk melangsungkan proses konseling.
b. Konseli sepenuhnya berhak untuk mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkret. Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubungan apabila konseli ternyata tidak memperoleh manfaat dari hubungan itu.
Objek utama dalam konseling adalah konseli, maka pantas ketika seorang konseli lebih banyak dapat mengatur jalannya konseling. Namun bukan berarti hanya konseli yang dapat mengatur jalannya konseling, seorang konselor juga dapat memberhentikan proses konseling ketika dirasa proses konseling itu tidak membawa manfaat kepada konseli.
2.  Hubungan dengan Konseli
a. Konselor wajib menghormati, harkat, martabat, integritas, dan keyakinan konseli.
Konseli dalam konseling adalah unsur yang sangat penting karena objek utama konseling adalah konseli. Sehingga seorang konselor dituntut agar dapat menghargai dan menghormati harkat, martabat, integritas, dan keyakinan konseli. Konselor tidak dibenarkan memaksakan sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan seseorang kepada konseli karena keyakinan adalah hak setiap manusia untuk memilikinya.
b. Konselor wajib menempatkan kepentingan konselinya di atas kepentingan pribadinya.
Dalam konseling memang seorang konselor dituntut untuk selalu mementingkan kepentingan konseli terlebih dahulu di atas kepentingan pribadinya. Hal ini dimaksudkan agar bimbingan atau pertolongan yang diberikan konselor kepada konseli dapat segera dilakukan untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan.
Tetapi dalam pelaksanaannya, seorang konselor perlu juga untuk mementingkan kepentingan pribadinya selain kepentingan konseli. Seorang konseli juga seyogianya dapat berempati dengan kesibukan seorang konselor agar proses konseling yang dilakukan dapat berjalan dengan efektif dan tanpa beban.
c. Dalam menjalankan tugasnya, konselor tidak mengadakan pembedaan konselor atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama atau status sosial ekonomi.
Pernyataan di atas sejalan dengan prinsip bimbingan dan konseling lintas budaya dimana seorang konselor harus dapat menempatkan dirinya dimana ia berada dan latar belakang dari konseli yang ditanganinya. Selain tidak diperkenankan membedakan suku atau latar belakang konseli, seorang konselor juga seyogianya sedikit mengerti budaya konseli agar terjadi keselarasan dalam proses konseling. Hal ini juga dimaksudkan agar konselor memahami maksud-maksud tertentu dari konseli mana kala seorang konseli menunjukkan bahasa atau kebiasaan dari budayanya sendiri.
d. Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
Hal ini merupakan hal wajar dalam konseling karena proses konseling itu sendiri dilakukan dalam keadaan sadar. Hal itu berarti proses konseling terjadi karena ada kesepakatan terlebih dahulu dari kedua belah pihak, yaitu konselor dan konseli. Pernyataan di atas juga dimaksudkan agar proses konseling berjalan tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Jika proses konseling dilandasi dengan adanya paksaan, maka tentunya konseling bukan merupakan wahana untuk membantu konseli melainkan menjadi wahan penyiksaan bagi konseli karena merasa dirinya dipaksa oleh konselor.
e. Konselor wajib memberikan pelayanan kepada siapapun lebih-lebih dalam keadaan darurat atau apabila banyak orang yang menghendaki.
Seorang konselor perlu juga untuk mementingkan kepentingan pribadinya terlebih dahulu, tetapi hal itu tidak berlaku jika konselor berada pada keadaan darurat. Konselor wajib memberikan pelayanan kepada seseorang yang memang sangat memerlukan sekali pelayanan tersebut agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi pada konseli.
f. Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas, sepanjang dikehendaki konseli.
Hal ini tentu saja dimaksudkan agar tujuan konseling yang disepakati dapat tercapai dengan baik. Pelayanana hingga tuntas bukan berarti melayani seorang konseli hanya sekali pertemuan saja, melainkan beberapa kali pertemuan secara tuntas dengan kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya.
g. Konselor wajib menjelaskan kepada konseli sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional.
Hal ini dimaksudkan agar konseli dapat memahami sejauh mana konselor dapat membantunya, dan ranah-ranah mana saja yang tidak dapat dibantu oleh konselor. Hal ini juga dimaksudkan agar tidak terjadi hal-hal buruk yang diakibatkan oleh ketidakadaannya kesepakatan sebelumnya antara konselor dan konseli.
h. Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap konseli, apabila timbul masalah dalam soal kesetiaan ini, maka wajib diperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor.
Hal ini berkaitan juga dengan poin f dimana seorang konselor harus memberikan pelayanan sepanjang dikehendaki oleh konseli. Dengan adanya keharusan untuk menuntaskan pelayanan maka secara otomatis perhatian dari seorang konselor tidak beloh lepas dari konseli yang sedang dihadapinya agar perkembangan yang ditunjukkan oleh konseli dapat diamati dengan seksama oleh konselor.
i.  Konselor tidak dapat memberikan bantuan profesional kepada sanak keluarga, teman-teman karibnya, sepanjang hubungan profesional.
Seorang konselor tidak boleh memberikan bantuan profesional kepada sanak keluarga dan teman-temannya karena dikhawatirkan masuknya unsur-unsur emosi kekeluargaan atau pertemanan ke dalam konseling. Tentunya hal ini dapat menghambat jalannya proses konseling yang sedang berlangsung karena perhatian dalam konseling sudah beralih kepada hubungan pertemanan dan kekeluargaan.






















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bimbingan dan konseling merupakan proses yang berkesinambungan dalam membantu individu agar dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai kemampuannya dan agar individu memahami diri dan menyesuaikan dengan lingkungannya. Di sekolah, bimbingan dan konseling secara tidak langsung menunjang tujuan pendidikan dengan menangani masalah dan memberikan layanan secara khusus pada siswa, agar siswa dapat mengembangkan dirinya secara penuh.
Tujuan bimbingan di sekolah ialah membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar. Megatasi kebiasaan yang tidak baik dalam belajar dan hubungan sosial. Mengatasi kebiasaan yang tidak baik dalam belajar dan hubungan sosial, mengatasi kesulitan dengan kesehatan jasmani, masalah kelanjutan studi, kesulitan yang berhubungan dengan perencanaan dan pemilihan pekerjaan.
Secara ideal program bimbingan dan konseling di sekolah dilaksanakan secara berkesinambungan mulia dari TK sehingga jenjang pendidikan tinggi. Hal ini terkait dengan kebutuhan dan perkembangan anak untuk setiap jenjang pendidikan berbeda. Dalam menentukan dan menyusun program bimbingan di tingkat pendidikan tertentu, perlu memperhatikan rambu-rambu berikut:
- Menyusun tujuan jenjang pendidikan tertentu.
- Menyusun tugas perkembangan dan kebutuhan siswa pada tahap usia tertentu
- Menyusun pola dasar sebagai pedoman dalam memberikan layanan
- Menentukan komponen bimbingan yang diprioritaskan
- Menentukan bentuk bimbingan yang diutamakan
- Menentukan tenaga bimbingan yang dapat dimanfaatkan misalnya konselor, guru dan tenaga ahli lainnya.







Daftar Pustaka

Bolla, John I. 1984. Supervisi Klinis. Jakarta: Depdikbud
Depdikbud RI. 1976. Kurikulum Sekolah 1975, Garis – Garis Besar  Program Pengajaran. Buku III D, Pedoman Administrasi dan Supervisi. Jakarta: Balai Pustaka.
                                    1984. Pedoman Pembinaan Guru Mata Pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta: Balitbang Dikbud
Goldhammer, Robert; Anderson, Robert H.; Krajewski Robert J.. 1980. Clinical Supervision: Special Methods for the Supervision of  Teachers. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Harris, Ben M.. 1975. Supervisory Behaviour in Education. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN). 1992. “Hasil Sarasehan Nasional di Lembaga, tanggal 22 s.d 25 November 1992”. Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

sponsor