ads

Kamis, 14 Juni 2012

Belajar PembelajaranTEORI KONEKSIONISME


Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam belajar pembelajaran.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.







                                                                                                                       
Penyusun

























PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN TEORI KONEKSIONISME (Edward Thorndike)
            Teori Koneksionisme
Menurut teori ini, belajar adalah penguatan hubungan stimulus (S) dengan respon (R). misalnya: bila ditanya berapa 9 x 6 maka jawabannya adalah 54. Berapakah rukun islam? Jawabannya 5; dari contoh 9 x 6 serta rukun islam merupakan stimulus (S); sedangkan 54 serta 5 sebagai jawaban merupakan respon (R ). Siswa yang sudah hafal atau dapat menjawab dengan cepat dan tepat masalah berapa rukun islam sama dengan 5 berarti hubungan Belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan panca indra (stimulus) dengan kecenderungan atau respon.

Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa teori koneksionisme adalah teori belajar yang menekankan stimulus dan respon. Pada teori ini proses perkembangan perilaku dapat diukur, di amati oleh respon pelajaran terhadap rangsangan. Kemudian terdapat kritik terhadap teori koneksionisme yakni teori koneksionisme cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linear, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pada teori koneksionisme mengalami ketergantungan terhadap perilaku yang diamati untuk menjelaskan pelajaran, serta masih banyak bentuk kritikan terhadap teori koneksionisme.

B.     TEORI-TEORI POKOK BELAJAR
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang Berkaitan dengan peristiwa belajar. Di antara banyak teori yang berdasarkan eksperimen terdapat tiga macam yang sangat menonjol, yakni; Connectionism, classical conditioning dan operant conditioning.

1.Koneksionisme
                 Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874, 1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an, eksperimen Thondike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Dalam eksperimen kucing itu atau puzzle box kemudian dikenal dengan nama instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki (Hintzman, 1978).
Berdasarkan eksperimen itu, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon, itulah sebabnya, teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond theory” dan S-R  Psychology-of-learning”.
          Untuk memperkuat stimulus – respon, Thorndike mengemukakan beberapa hukum atau ketentuan, yaitu:
a)      Law of Effect
Hubungan stimulus-respon bertambah kuat apabila disertai dengan perasaan senang atau puas. Karena itu membangkitkan rasa senang dengan memuji atau membesarkan hati anak lebih baik dalam mengajar daripada menghukum atau mencelanya.

b)      Law of Exercise atau Law Use and Disuse
Hubungan stimulus-respon akan bertambah kuat apabila sering digunakan dan akan berkurang erat atau lenyap jika jarang atau tidak pernah digunakan. Oleh karena itu untuk memperkuat hubungan stimulus-respon harus dilakukan banyak latihan, ulangan dan pembiasaan.

c)      Law of Multiple Response
Dalam menghadapi situssi yang problematic dimana belum jelas diketahui respon yang tepat maka individu akan mengadakan “Trial and Error”, yaitu mengadakan bermacam-macam percobaan yang tidak berhasil tetapi lama kelamaan akhirnya mungkin dapat memberikan hasil baik.

d)      Law of Assimilation atau Law of Analogy
Seseorang dapat menyesuaikan diri atau memberikan respon terhadap situasi yang baru dengan menyesuaikan atu menganalogikannya denga apa yang sudah dialami/diketahui. Misalnya seseorang yang sudah dapat mengendarai sepeda motor Honda, dengan mudah ia dapat mengendarai motor Vespa.

e)      Law of Readiness
Hubungan stimulus dengan respon akan bertambah kuat apabila didukung oleh adanya kesiapan untuk bertindak atau bereaksi sehingga respon atau reaksinya semakin mantap.

       Hukum-hukum yang dikemukakan oleh thorndike dalam kegiatan belajar di atas meskipun telah banyak digunakan dalkam kehidupan sehari-hari terutama untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baik yang dilakukan di sekolah maupun di luar sekolah, akan tetapi masih terdapat beberapa keberatan terhadap teori connectionisme ini, yaitu:
1)      Dengan teori ini bersifat mechanistis; belajar cukup dilakukan dengan Belajar memperkuat hubungan stimulus-respon  dengan mengulang-ulang atau latihan-latihan secara terus menerus.

2)      Teori belajar ini menyebabkan pengajaran bersifat “Teacher Centered”, yang terutama aktif adalah guru, gurulah yang aktif melatih dan menentukan apa yang harus diketahui siswa, sedangkan siswa sendiri pasif, kurang didorong untuk berpikir dan siswa terbiasa menunggu datangnya stimulus dari seorang guru.

3) Teori ini lebih banyak ditujukan untuk pembentukan materi, yaitu lebih mengutamakan pembentukan materi pengetahuan siap untuk tujuan menumpuk pengatahuan sehingga siswa menjadi intelektualistis tetapi verbalistis.


C.     DASAR TEORI THORNDIKE

            Jika dibandingkan dengan peralatan yang komplek dan perencanaan penelitian yang rumit sekarang ini, maka prosedur yang dilaksanakan Thorndike kelihatannya sangat bersahaja dan sederhana. Thorndike telah melakukan studinya melalui observasi sepintas dan laporan yang bersifat anekdot, sebagai dasar untuk menarik kesimpulan tentang belajar manusia dan binatang. Untuk masa itu pcrcobaan Thorndike telah direncanakan secara kreatif dan bijaksana. Percobaan yang dilakukan terhadap ayam adalah sebagai berikut: Ayam ditempatkan pada sebuah kotak dengan jalan yang berliku-liku. Kotak itu mempunyai dua pintu keluar, yang satu ke arah kotak yang lain, yang tertutup dan yang satu lagi menuju tempat makanan. Sedangkan percobaan pada kucing tugasnya lebih kompleks. Satu dinding kotak akan terbuka dan memberi jalan ke luar dan masuk ke tempat untuk mendapatkan makanan, bila satu tombol atau beberapa dinding itu didorong. Dengan percobaan yang dilakukan berkali-kali barulah ayam dan kucing itu mendapatkan makanan setelah menemukan jalan ke arah makanan tersebut. Asumsinya bahwa diperlukan waktu untuk melihat usaha kucing keluar dari kotak.

 Thorndike ingin mengetahui apakah kegiatan semacam ilu dipengaruhi oleh ide ataukah karena seseorang mengetahui proses hubungan dengan cara membentuk hubungan antara salu situasi dengan kegiatan tertentu sebagai akibat dari hadiah semacam itu. Dia berpendapat bahwa usaha coba-coba yang berulang kali dilakukan mengakibatkan adanya hubungan antara corak dari situasi masalah dengan respon tertentu yang dibuatnya. Data menunjukkan bahwa kucing tidak mempunyai pikiran (akal), hanya perlu teori bahwa sesuatu respon tertentu telah dipilih oleh anak kucing dalam situasi lain. Hubungan itu secara bertahap telah diperkuat antara respon dengan corak situasi tertentu.

Menurut pandangan Thorndike, respon-respon ini meliputi beberapa modifikasi melalui pengalaman sebelumnya, bersamaan dengan tindakan lain yang dapat dikenali sebagai bagian dari kecenderungan respon pembawaan organisme.
Misalnya mengenai situasi tentang seekor anak kucing di dalam satu kotak, kemungkinan responnya adalah mencakar, mendengkur/ mengeong, melompat dan seterusnya.
Situasi:

a.       Mencakar Lantai
b.       Mendesis dan membongkor
c.       Tidur
d.      Lari disekitar kotak
e.       Manipulasi palang
f.       Pintu dan menbukanya

Pada satu situasi kemungkinan : (a) mencakar lantai; (b) mendesis dan melengkungkan tubuhnya (punggungnya); (c) tidur, (d) berlari sekitar kandang; (e) manipulasi palang pintu untuk membukanya. Respon (e) mengakibatkan anak kucing itu menjadi bebas dari kurungannya dan memakan makanan yang tersedia di luar kotak. Dengan menggunakan istilah lain seekor anak kucing itu telah belajar untuk dapat keluar dari kotak tersebut.

Hukum-hukum Utama (Mayor).
Thorndike menyebutkan tiga hukum utamanya itu dengan nama: Hukum latihan hukum pengaruh dan hukum kesiapan

a. Hukum latihan.

Secara singkat hukum ini berpegang pada hal-hal yang sama dan belajar terjadi melalui latihan dari tindakan tertentu. Di dalam teori Thorndike yakni koneksionisme seseorang dapat menyatakan bahwa latihan dapat menguatkan ikatan atau hubungan. Thorndike kemudian memperkenalkan dua aspek lain, yakni hukum kegunaan dan hukum ketidak-gunaan.

(1)   Hukum kegunaan ; Bila suatu hubungan dapat dibuat antara satu situasi dengan satu respon maka kekuatan hubungan dalam situasi yang memiliki pcrsamaan itu akan bertambah. Diakui oleh Thorndike bahwa besamya kekuatan hubungan dipengaruhi oleh bermacam hal seperti tenaga/kekuatan dan lamanya waktu dari masa latihan.

(2)   Hukum ketidak-gunaan. Hukum ketidak-gunaan mengikuti hukum kegunaan yakni tanpa latihan suatu hubungan akan Iemah. Dengan perkataan lain suatu hubungan yang dapat diubah antara satu situasi dengan satu respon tidak terjadi dalam situasi yang sama, maka hubungan itu akan lemah. Dalam perkembangan selanjutnya Thorndike mengurangi peranan dari hukum latihan ini di dalam teorinya.

b. Hukum pengaruh

Hukum pengaruh dapat dinyatakan bahwa bila hubungan antara situasi dengan satu respon dibuat dan disertai atau diikuti kejadian dalam keadaan yang memuaskan, maka kekuatan hubungan akan bertambah. Sebaliknya bila dibuat dan disertai atau diikuti oleh satu kejadian/keadaan yang menjengkelkan, maka kekuatan hubungan akan berkurang. Dalam kehidupan, manusia cenderung mengerjakan apa yang menyenangkan dan menolak apa yang tidak menyenangkan.

c. Hukum kesiapan.

Fungsi utama dari hukum kesiapan adalah mengikat pengamalan tentang tingkah laku kepada fisiologi. Usaha Thorndike untuk menghubungkan pengamatan tingkah laku kepada fisiologi tidak banyak didorong oleh kenyataan. Hubungan semacam ilu dapat dibuat, tapi hal itu terjadi akibat dari pengaruh teori William James dan yang lainnya pada awal abad 20, yang berpendapat bahwa hukum-hukum psikologi akan Iebih dekat berhubungan dengan apa yang dikenal atau yang disetujui yaitu hubungan yang bersifat fisiologis. Yang jelas Thorndike memberikan fokus pada hubungan yang menjelaskan karakteristik yang bersifat fisiologikal.

Sesuatu tindakan yang memuaskan atau menjengkelkan dapat dengan tepat diramalkan sebagai karakteristik dari tingkah laku internal. Oleh karena itu Thorndike berpendapat bahwa :

(1)    Pengalaman yang memuaskan itu akan terjadi apabila satu unit pengantara siap menggerakkan respon.

(2)    Pengalaman yang menjengkelkan akan terjadi apabila satu unit pengantara tidak menggerakan respon dan atau tidak siap dipaksa menggerakkan satu respon.

Jadi hukum kesiapan itu berhubungan dengan kesiapan yang temporer dari unit pengantara untuk menggerakkan syaraf dan pengaruhnya dalam menentukan apakah tindakan itu dialami sebagai yang memuaskan atau menjengkelkan.


Hukum-hukum Minor.

Sebaliknya dari fisiologis pada tingkah laku, ada beberapa aspek lain dari tingkah laku anak kucing yang kelihatannya begitu teratur menggambarkan karakteristik yang umum daripada belajar. Thorndike berminat terhadap karakteristik ini yang disebutnya sebagai hukum minor. Hukum minor terscbut adalah ; multiple respon atau reaksi yang berbeda-beda ; set atau sikap, partial activity, assimilation atau analogy serta assosiative shifting.

Hukum multiple respons atau varied reaction.

Hukum ini menyebutkan bahwa dalam situasi yang baru pada umurnnya tindakkan subyek menunjukkan respon yang banyak atau reaksi yang bermacam-macam. Hal ini berarti bahwa dalam perbuatan belajar terdapat kemungkinan dari masing-masing respon yang dapat merupakan scsuatu yang dipelajari dan dapat mendatangkan kepuasan (bergantung pada kondisi yang berlaku), sehingga memungkinkan satu keseragaman dari hubungan dapai diperkuat di dalam situasi ini.

Hukum set atau attitude.

Hukum set atau attitude berpendapat bahwa organisme akan melakukan aksi dalam satu situasi yang diberikan, sesuai dengan keadaan dan sikapnya untuk membuat respon tertentu.

Hukum partial activity.

Hukum ini mengatakan balnva bagian dari situasi itu mungkin mempunyai pengaruh yang kuat pada semua atau sebagian tingkah laku subyek, sehingga beberapa respon mungkin secara praktis terikat pada semua rangsangan yang tcrjadi pada situasi tcrsebut.

Hukum assimilation atau analogy.

Hukum ini mengatakan bahwa bila organisme berhadapan dengan situasi yang baru, organisme itu akan beraksi sebagaimana ia bereaksi pada situasi lain yang pernah dihadapinya.

Hukum assosiative shifting.

Hukum ini mengatakan bahwa sesuatu respon yang dapat dilakukan dapat dipelajari dengan cara diasosiasikan dengan suatu situasi yang dihayatinya. Oleh karcna itu perubahan terjadi secara bertahap dan merespon secara spontan terhadap pengaruh rangsangan yang terdahulu dan kemudian ia membangun hubungan dengan masing-masing rangsangan yang baru disajikan.

Berdasarkan hukum-hukum di atas, Thorndike sampai kepada penyelidikan mengenai transfer dari latihan dalam perbuatan manusia. Menurut Thorndike apa yang dipelajari terdahulu akan mempengaruhi apa yang dipelajari kemudian. Apabila yang dipelajari kemudian banyak persamaan dengan hal yang telah dipelajari sebelumnya maka akan terjadi transfer yang positif sehingga hal baru akan mudah dipelajari.

Bila terjadi sebaliknya yakni hal baru banyak berbeda dengan yang telah dipelajarinya maka akan sulit untuk dipelajarinya. Di sini terjadi transfer yang negatif. Misalnya orang yang biasa menulis dengan tangan kanan akan sulit bila menulis dengan tangan kiri.

Walaupun data utama yang diperolehnya dari percobaan dengan binatang, Thorndike tetap menaruh perhatian terhadap belajar manusia. Belajar pada manusia masih terdiri dari :

(a)     Keterasingan dan kekuatan hubungan. Perbedaan mungkin terletak di dalam faktor-faktornya misalnya derajat spesifikasi yang lebih rendah dalam memberikan respon.
(b)   Manusia dapat bereaksi terhadap isyarat yang keragamannya lebih luas di dalam satu situasi-sehingga-membuat belajar pada manusia lebih umum daripada binatang.
(c)    Tingkah laku manusia masih merupakan kebiasaan tetapi tidak begitu didominasi oleh situasi latihan yang asli seperti terjadi pada binatang.
(d)   Perbedaan manusia dan binatang dalam belajar bahwa satu situasi lebih berpartisipasi secara aktif di dalam belajar mengenai pemilihan semua elemen yang paling kritis dan penting. Perbedaan ini bagaimanapun tidak menggambarkan ketegasan dalam pertukaran dari binatang kepada manusia, tetapi menggambarkan perubahan dalam tekanan.

Ada tiga topik yang dikaji oleh Thorndike dalam hubungannya dengan keterbatasan-keterbatasan koneksionisme sebagai teorinya :

a. Teori transfer.

Agak meragukan juga bahwa belajar pada suatu bidang dapat mempengaruhi belajar pada bidang yang lain. Seorang yang dapat mengetik dengan cepat akan dapat belajar main piano dengan cepat daripada yang tak pernah belajar mengetik yang keduanya mempunyai kesamaan kegiatan. Thorndike tclah mcndahului menulis makalah yang bcrsifat teori namun ide ini sudah agak pudar, walaupun masih dipakai dalam Teori pendidikan. Koncksionismc mencrangkan sccara luas tentang transfer fenomena tanpa menggunakan disiplin formal atau mental.


Pengaruh Penyebaran.

Pengaruh penyebaran (spread of effect) adalah nama yang di berikan Thorndike tentang fenomena yang ditemukan agak terlambat dalam usaha penelitiannya yang akhirnya dipergunakan untuk mengkoreksi teorinya agar lebih baik. Beberapa hukum yang dikoreksi adalah sebagai berikut:

(1)   Hukum latihan ditinggalkan oleh karena dianggap tidak tepat. Pengulangan semata-mata tidak memperkuat hubungan stimulus-respon, demikian juga hukum ketidak-gunaan tidak melemahkan suatu hubungan stimulus- respon.
(2)   Hukum pengaruh direvisi: hadiah mempengaruhi hubungan stimulus-respon, sedang hukuman tidak mempengaruhi hubungan.

Pengaruh penyebaran adalah suatu hadiah yang tidak saja memperkuat respon yang menimbulkan hadiah itu, tetapi juga memperkuat respons-respons lain yang berdekatan dengan respons tersebut.

b. Belajar Tanpa Sadar.
Berdasarkan pengamatan dalam eksperimen-eksperimennya Thorndike berkesimpulan bahwa :
(1)    Proses belajar adalah incremental (terjadi sedikit demi sedikit) bukan insightful (sekaligus).
(2)    Proses belajar tidak menggunakan idea atau penalaran. Thorndike mengamati bahwa gerakan-gerakan binatang dalam kurungan adalah yang instingtive. Pada binatang tidak tampak tingkah laku berpikir, atau melihat situasi secara keseluruhan.
(3)    Semua mamalia, termasuk manusia, belajar dengan cara yang sama, yaitu proses belajarnya mengikuti hukum-hukum yang sama.



Implikasinya Dalam Pendidikan dan Pembelajaran.

Menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah. Praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Bagaimana mengajar dengan baik ? Mengajar bukanlah mengharapkan murid tahu apa yang telah diajarkan. Memberi tahu bukanlah mengajar. Mengajar yang baik adalah : tahu apa yang hendak diajarkan, artinya tahu materi apa yang akan diberikan, respons apa yang akan diharapkan, dan kapan harus memberi ”hadiah”, serta pentingnya tujuan pendidikan.

Ada beberapa aturan yang dibuat oleh Thorndike berkenaan dengan pembelajaran :

(1)   Perhatikan situasi murid.

(2)   Perhatikan respons apa yang diharapkan dan situasi tersebut.

(3)   Ciptakan hubungan respon tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya.

(4)   Situasi-situasi lain yang sama jangan diindahkan sekiranya dapat memutuskan hubungan tersebut.

(5)   Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan-hubungan lain yang sejenis.

(6)   Buat hubungan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat perbuatan nyata.

(7)   Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan di sekolah, antara lain :

(1)    Sesuai dengan teorinya, sekolah harus mempunyai tujuan-tujuan pendidikan yang dirumuskan dengan jelas.

(2)    Tujuan pendidikan harus sesuai dengan kemampuan siswa.

(3)    Bahan pembelajaran harus terbagi-bagi menurut. unit-unit, sehingga guru dapat memanipulasi menurut bermacam-macam situasi. Misalnya situasi menyenangkan, tidak menyenangkan dan lain-lain.

(4)    Proses belajar harus bertahap, dimulai dari yang sederhana sampai kepada yang kompleks.

(5)    Motivasi tidak perlu ditimbulkan kecuali dalam hubungan menentukan ’apa yang menyenangkan bagi siswa’, oleh karena ” tingkah laku ditentukan oleh ”ekternal reward” dan bukan oleh ”intrinsic motivation”.

(6)    Tekanan pendidikan adalah perhatian pada pelaksanaan respon-respon yang benar terhadap stimulus.

(7)    Respon-respon yang salah harus segera diperbaiki agar tidak diperkuat melalui pengulangan.

(8)    Ujian-ujian yang teratur perlu dilakukan karena dapat merupakan umpan balik bagi guru apakah proses belajar sesuai dengan tujuan.

(9)    Bila siswa belajar baik, segera diberi hadiah, bila siswa berbuat salah harus segera ditegur/diperbaiki.

(10)                Buat situasi belajar mirip dengan kehidupan nyata sebanyak mungkin, sehingga dapat terjadi transfer dari kelas ke lingkungan kehidupan nyata.

(11)                Memberi masalah yang sulit kepada siswa tidak akan meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

(12)                Pendidikan yang baik adalah memberikan pelajaran di sekolah yang dapat digunakan di luar sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari.



BAB III
KESIMPULAN

Teori koneksionisme adalah teori belajar yang menekankan stimulus dan respon. Pada teori ini proses perkembangan perilaku dapat diukur, di amati oleh respon pelajaran terhadap rangsangan. Kemudian terdapat kritik terhadap teori koneksionisme yakni teori koneksionisme cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linear, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pada teori koneksionisme mengalami ketergantungan terhadap perilaku yang diamati untuk menjelaskan pelajaran, serta masih banyak bentuk kritikan terhadap teori koneksionisme.
Ada beberapa aturan yang dibuat oleh Thorndike berkenaan dengan pembelajaran :

1.      Perhatikan situasi murid.

2.      Perhatikan respons apa yang diharapkan dan situasi tersebut.

3.      Ciptakan hubungan respon tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya.

4.      Situasi-situasi lain yang sama jangan diindahkan sekiranya dapat memutuskan hubungan tersebut.

5.      Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan-hubungan lain yang sejenis.

6.      Buat hubungan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat perbuatan nyata.

7.      Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.



Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

sponsor