Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam belajar
pembelajaran.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TEORI KONEKSIONISME (Edward Thorndike)
Teori
Koneksionisme
Menurut teori ini, belajar adalah penguatan hubungan stimulus
(S) dengan respon (R). misalnya: bila ditanya berapa 9 x 6 maka
jawabannya adalah 54. Berapakah rukun islam? Jawabannya 5; dari contoh 9 x 6
serta rukun islam merupakan stimulus (S); sedangkan 54 serta 5 sebagai jawaban
merupakan respon (R ). Siswa yang sudah hafal atau dapat menjawab dengan cepat
dan tepat masalah berapa rukun islam sama dengan 5 berarti hubungan Belajar
adalah pembentukan asosiasi antara kesan panca indra (stimulus) dengan
kecenderungan atau respon.
Dari
penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa teori koneksionisme adalah teori
belajar yang menekankan stimulus dan respon. Pada teori ini proses perkembangan
perilaku dapat diukur, di amati oleh respon pelajaran terhadap rangsangan.
Kemudian terdapat kritik terhadap teori koneksionisme yakni teori koneksionisme
cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linear, konvergen, tidak kreatif dan
tidak produktif. Pada teori koneksionisme mengalami ketergantungan terhadap
perilaku yang diamati untuk menjelaskan pelajaran, serta masih banyak bentuk
kritikan terhadap teori koneksionisme.
B. TEORI-TEORI POKOK BELAJAR
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai
prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan
penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang Berkaitan dengan peristiwa
belajar. Di antara banyak teori yang berdasarkan eksperimen terdapat tiga macam
yang sangat menonjol, yakni; Connectionism, classical conditioning dan operant
conditioning.
1.Koneksionisme
Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874, 1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an, eksperimen Thondike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Dalam eksperimen kucing itu atau puzzle box kemudian dikenal dengan nama instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki (Hintzman, 1978).
Berdasarkan eksperimen itu, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon, itulah sebabnya, teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond theory” dan S-R Psychology-of-learning”.
Untuk memperkuat stimulus – respon, Thorndike mengemukakan beberapa hukum atau
ketentuan, yaitu:
a) Law of Effect
Hubungan stimulus-respon bertambah kuat apabila
disertai dengan perasaan senang atau puas. Karena itu membangkitkan rasa senang
dengan memuji atau membesarkan hati anak lebih baik dalam mengajar daripada
menghukum atau mencelanya.
b) Law of Exercise atau Law Use and Disuse
Hubungan stimulus-respon akan bertambah kuat apabila
sering digunakan dan akan berkurang erat atau lenyap jika jarang atau tidak
pernah digunakan. Oleh karena itu untuk memperkuat hubungan stimulus-respon
harus dilakukan banyak latihan, ulangan dan pembiasaan.
c) Law of Multiple Response
Dalam menghadapi situssi yang problematic dimana belum
jelas diketahui respon yang tepat maka individu akan mengadakan “Trial and
Error”, yaitu mengadakan bermacam-macam percobaan yang tidak berhasil tetapi
lama kelamaan akhirnya mungkin dapat memberikan hasil baik.
d) Law of
Assimilation atau Law of Analogy
Seseorang dapat menyesuaikan diri atau memberikan
respon terhadap situasi yang baru dengan menyesuaikan atu menganalogikannya
denga apa yang sudah dialami/diketahui. Misalnya seseorang yang sudah dapat
mengendarai sepeda motor Honda, dengan mudah ia dapat mengendarai motor Vespa.
e) Law of Readiness
Hubungan stimulus dengan respon akan bertambah kuat
apabila didukung oleh adanya kesiapan untuk bertindak atau bereaksi sehingga
respon atau reaksinya semakin mantap.
Hukum-hukum yang dikemukakan oleh thorndike dalam kegiatan belajar
di atas meskipun telah banyak digunakan dalkam kehidupan sehari-hari terutama
untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baik yang dilakukan di sekolah
maupun di luar sekolah, akan tetapi masih terdapat beberapa keberatan terhadap
teori connectionisme ini, yaitu:
1) Dengan teori ini bersifat mechanistis; belajar cukup
dilakukan dengan Belajar memperkuat hubungan stimulus-respon
dengan mengulang-ulang atau latihan-latihan secara terus menerus.
2) Teori belajar ini menyebabkan pengajaran bersifat “Teacher
Centered”, yang terutama aktif adalah guru, gurulah yang aktif melatih dan
menentukan apa yang harus diketahui siswa, sedangkan siswa sendiri pasif,
kurang didorong untuk berpikir dan siswa terbiasa menunggu datangnya stimulus
dari seorang guru.
3) Teori ini lebih banyak ditujukan untuk pembentukan
materi, yaitu lebih mengutamakan pembentukan materi pengetahuan siap untuk
tujuan menumpuk pengatahuan sehingga siswa menjadi intelektualistis
tetapi verbalistis.
C. DASAR TEORI THORNDIKE
Jika dibandingkan dengan peralatan yang komplek dan perencanaan penelitian yang
rumit sekarang ini, maka prosedur yang dilaksanakan Thorndike kelihatannya
sangat bersahaja dan sederhana. Thorndike telah melakukan studinya melalui
observasi sepintas dan laporan yang bersifat anekdot, sebagai dasar untuk
menarik kesimpulan tentang belajar manusia dan binatang. Untuk masa itu
pcrcobaan Thorndike telah direncanakan secara kreatif dan bijaksana. Percobaan
yang dilakukan terhadap ayam adalah sebagai berikut: Ayam ditempatkan pada
sebuah kotak dengan jalan yang berliku-liku. Kotak itu mempunyai dua pintu
keluar, yang satu ke arah kotak yang lain, yang tertutup dan yang satu lagi
menuju tempat makanan. Sedangkan percobaan pada kucing tugasnya lebih kompleks.
Satu dinding kotak akan terbuka dan memberi jalan ke luar dan masuk ke tempat
untuk mendapatkan makanan, bila satu tombol atau beberapa dinding itu didorong.
Dengan percobaan yang dilakukan berkali-kali barulah ayam dan kucing itu
mendapatkan makanan setelah menemukan jalan ke arah makanan tersebut. Asumsinya
bahwa diperlukan waktu untuk melihat usaha kucing keluar dari kotak.
Thorndike ingin
mengetahui apakah kegiatan semacam ilu dipengaruhi oleh ide ataukah karena
seseorang mengetahui proses hubungan dengan cara membentuk hubungan antara salu
situasi dengan kegiatan tertentu sebagai akibat dari hadiah semacam itu. Dia
berpendapat bahwa usaha coba-coba yang berulang kali dilakukan mengakibatkan
adanya hubungan antara corak dari situasi masalah dengan respon tertentu yang
dibuatnya. Data menunjukkan bahwa kucing tidak mempunyai pikiran (akal), hanya
perlu teori bahwa sesuatu respon tertentu telah dipilih oleh anak kucing dalam
situasi lain. Hubungan itu secara bertahap telah diperkuat antara respon dengan
corak situasi tertentu.
Menurut pandangan Thorndike, respon-respon ini meliputi beberapa modifikasi melalui pengalaman sebelumnya, bersamaan dengan tindakan lain yang dapat dikenali sebagai bagian dari kecenderungan respon pembawaan organisme.
Misalnya mengenai situasi tentang seekor anak kucing
di dalam satu kotak, kemungkinan responnya adalah mencakar, mendengkur/
mengeong, melompat dan seterusnya.
Situasi:
Situasi:
a. Mencakar Lantai
b. Mendesis dan
membongkor
c. Tidur
d. Lari disekitar kotak
e. Manipulasi palang
f. Pintu dan menbukanya
Pada satu situasi kemungkinan : (a) mencakar lantai;
(b) mendesis dan melengkungkan tubuhnya (punggungnya); (c) tidur, (d) berlari
sekitar kandang; (e) manipulasi palang pintu untuk membukanya. Respon (e)
mengakibatkan anak kucing itu menjadi bebas dari kurungannya dan memakan
makanan yang tersedia di luar kotak. Dengan menggunakan istilah lain seekor
anak kucing itu telah belajar untuk dapat keluar dari kotak tersebut.
Hukum-hukum Utama (Mayor).
Thorndike menyebutkan tiga hukum utamanya itu dengan
nama: Hukum latihan hukum pengaruh dan hukum kesiapan
a. Hukum latihan.
Secara singkat hukum ini berpegang pada hal-hal yang
sama dan belajar terjadi melalui latihan dari tindakan tertentu. Di dalam teori
Thorndike yakni koneksionisme seseorang dapat menyatakan bahwa latihan dapat
menguatkan ikatan atau hubungan. Thorndike kemudian memperkenalkan dua aspek
lain, yakni hukum kegunaan dan hukum ketidak-gunaan.
(1) Hukum kegunaan ; Bila suatu hubungan dapat dibuat
antara satu situasi dengan satu respon maka kekuatan hubungan dalam situasi
yang memiliki pcrsamaan itu akan bertambah. Diakui oleh Thorndike bahwa besamya
kekuatan hubungan dipengaruhi oleh bermacam hal seperti tenaga/kekuatan dan
lamanya waktu dari masa latihan.
(2) Hukum ketidak-gunaan. Hukum ketidak-gunaan mengikuti
hukum kegunaan yakni tanpa latihan suatu hubungan akan Iemah. Dengan perkataan
lain suatu hubungan yang dapat diubah antara satu situasi dengan satu respon
tidak terjadi dalam situasi yang sama, maka hubungan itu akan lemah. Dalam
perkembangan selanjutnya Thorndike mengurangi peranan dari hukum latihan ini di
dalam teorinya.
b. Hukum pengaruh
Hukum pengaruh dapat dinyatakan bahwa bila hubungan
antara situasi dengan satu respon dibuat dan disertai atau diikuti kejadian
dalam keadaan yang memuaskan, maka kekuatan hubungan akan bertambah. Sebaliknya
bila dibuat dan disertai atau diikuti oleh satu kejadian/keadaan yang
menjengkelkan, maka kekuatan hubungan akan berkurang. Dalam kehidupan, manusia
cenderung mengerjakan apa yang menyenangkan dan menolak apa yang tidak
menyenangkan.
c. Hukum kesiapan.
Fungsi utama dari hukum kesiapan adalah mengikat pengamalan tentang tingkah laku kepada fisiologi. Usaha Thorndike untuk menghubungkan pengamatan tingkah laku kepada fisiologi tidak banyak didorong oleh kenyataan. Hubungan semacam ilu dapat dibuat, tapi hal itu terjadi akibat dari pengaruh teori William James dan yang lainnya pada awal abad 20, yang berpendapat bahwa hukum-hukum psikologi akan Iebih dekat berhubungan dengan apa yang dikenal atau yang disetujui yaitu hubungan yang bersifat fisiologis. Yang jelas Thorndike memberikan fokus pada hubungan yang menjelaskan karakteristik yang bersifat fisiologikal.
Sesuatu tindakan yang memuaskan atau menjengkelkan dapat dengan tepat diramalkan sebagai karakteristik dari tingkah laku internal. Oleh karena itu Thorndike berpendapat bahwa :
(1) Pengalaman yang memuaskan itu akan terjadi apabila
satu unit pengantara siap menggerakkan respon.
(2) Pengalaman yang menjengkelkan akan terjadi apabila
satu unit pengantara tidak menggerakan respon dan atau tidak siap dipaksa
menggerakkan satu respon.
Jadi hukum kesiapan itu berhubungan dengan kesiapan yang temporer dari unit pengantara untuk menggerakkan syaraf dan pengaruhnya dalam menentukan apakah tindakan itu dialami sebagai yang memuaskan atau menjengkelkan.
Hukum-hukum Minor.
Sebaliknya dari fisiologis pada tingkah laku, ada beberapa aspek lain dari tingkah laku anak kucing yang kelihatannya begitu teratur menggambarkan karakteristik yang umum daripada belajar. Thorndike berminat terhadap karakteristik ini yang disebutnya sebagai hukum minor. Hukum minor terscbut adalah ; multiple respon atau reaksi yang berbeda-beda ; set atau sikap, partial activity, assimilation atau analogy serta assosiative shifting.
Hukum multiple respons atau varied reaction.
Hukum ini menyebutkan bahwa dalam situasi yang baru pada umurnnya tindakkan subyek menunjukkan respon yang banyak atau reaksi yang bermacam-macam. Hal ini berarti bahwa dalam perbuatan belajar terdapat kemungkinan dari masing-masing respon yang dapat merupakan scsuatu yang dipelajari dan dapat mendatangkan kepuasan (bergantung pada kondisi yang berlaku), sehingga memungkinkan satu keseragaman dari hubungan dapai diperkuat di dalam situasi ini.
Hukum set atau attitude.
Hukum set atau attitude berpendapat bahwa organisme akan melakukan aksi dalam satu situasi yang diberikan, sesuai dengan keadaan dan sikapnya untuk membuat respon tertentu.
Hukum partial activity.
Hukum ini mengatakan balnva bagian dari situasi itu mungkin mempunyai pengaruh yang kuat pada semua atau sebagian tingkah laku subyek, sehingga beberapa respon mungkin secara praktis terikat pada semua rangsangan yang tcrjadi pada situasi tcrsebut.
Hukum assimilation atau analogy.
Hukum ini mengatakan bahwa bila organisme berhadapan dengan situasi yang baru, organisme itu akan beraksi sebagaimana ia bereaksi pada situasi lain yang pernah dihadapinya.
Hukum assosiative shifting.
Hukum ini mengatakan bahwa sesuatu respon yang dapat dilakukan dapat dipelajari dengan cara diasosiasikan dengan suatu situasi yang dihayatinya. Oleh karcna itu perubahan terjadi secara bertahap dan merespon secara spontan terhadap pengaruh rangsangan yang terdahulu dan kemudian ia membangun hubungan dengan masing-masing rangsangan yang baru disajikan.
Berdasarkan hukum-hukum di atas, Thorndike sampai
kepada penyelidikan mengenai transfer dari latihan dalam perbuatan manusia.
Menurut Thorndike apa yang dipelajari terdahulu akan mempengaruhi apa yang
dipelajari kemudian. Apabila yang dipelajari kemudian banyak persamaan dengan
hal yang telah dipelajari sebelumnya maka akan terjadi transfer yang positif
sehingga hal baru akan mudah dipelajari.
Bila terjadi sebaliknya yakni hal baru banyak berbeda dengan yang telah dipelajarinya maka akan sulit untuk dipelajarinya. Di sini terjadi transfer yang negatif. Misalnya orang yang biasa menulis dengan tangan kanan akan sulit bila menulis dengan tangan kiri.
Walaupun data utama yang diperolehnya dari percobaan
dengan binatang, Thorndike tetap menaruh perhatian terhadap belajar manusia.
Belajar pada manusia masih terdiri dari :
(a) Keterasingan
dan kekuatan hubungan. Perbedaan mungkin terletak di dalam faktor-faktornya
misalnya derajat spesifikasi yang lebih rendah dalam memberikan respon.
(b) Manusia dapat bereaksi terhadap isyarat yang
keragamannya lebih luas di dalam satu situasi-sehingga-membuat belajar pada
manusia lebih umum daripada binatang.
(c) Tingkah laku manusia masih merupakan kebiasaan tetapi
tidak begitu didominasi oleh situasi latihan yang asli seperti terjadi pada
binatang.
(d) Perbedaan manusia dan binatang dalam belajar bahwa
satu situasi lebih berpartisipasi secara aktif di dalam belajar mengenai
pemilihan semua elemen yang paling kritis dan penting. Perbedaan ini
bagaimanapun tidak menggambarkan ketegasan dalam pertukaran dari binatang
kepada manusia, tetapi menggambarkan perubahan dalam tekanan.
Ada tiga topik yang dikaji oleh Thorndike dalam
hubungannya dengan keterbatasan-keterbatasan koneksionisme sebagai teorinya :
a. Teori transfer.
Agak meragukan juga bahwa belajar pada suatu bidang
dapat mempengaruhi belajar pada bidang yang lain. Seorang yang dapat mengetik
dengan cepat akan dapat belajar main piano dengan cepat daripada yang tak
pernah belajar mengetik yang keduanya mempunyai kesamaan kegiatan. Thorndike
tclah mcndahului menulis makalah yang bcrsifat teori namun ide ini sudah agak
pudar, walaupun masih dipakai dalam Teori pendidikan. Koncksionismc mencrangkan
sccara luas tentang transfer fenomena tanpa menggunakan disiplin formal atau
mental.
Pengaruh Penyebaran.
Pengaruh penyebaran (spread of effect) adalah nama
yang di berikan Thorndike tentang fenomena yang ditemukan agak terlambat dalam
usaha penelitiannya yang akhirnya dipergunakan untuk mengkoreksi teorinya agar
lebih baik. Beberapa hukum yang dikoreksi adalah sebagai berikut:
(1) Hukum latihan ditinggalkan oleh karena dianggap tidak
tepat. Pengulangan semata-mata tidak memperkuat hubungan stimulus-respon,
demikian juga hukum ketidak-gunaan tidak melemahkan suatu hubungan stimulus-
respon.
(2) Hukum pengaruh direvisi: hadiah mempengaruhi hubungan
stimulus-respon, sedang hukuman tidak mempengaruhi hubungan.
Pengaruh penyebaran adalah suatu hadiah yang tidak saja memperkuat respon yang menimbulkan hadiah itu, tetapi juga memperkuat respons-respons lain yang berdekatan dengan respons tersebut.
b. Belajar Tanpa Sadar.
Berdasarkan pengamatan dalam eksperimen-eksperimennya
Thorndike berkesimpulan bahwa :
(1) Proses belajar adalah incremental (terjadi sedikit
demi sedikit) bukan insightful (sekaligus).
(2) Proses belajar tidak menggunakan idea atau penalaran.
Thorndike mengamati bahwa gerakan-gerakan binatang dalam kurungan adalah yang
instingtive. Pada binatang tidak tampak tingkah laku berpikir, atau melihat
situasi secara keseluruhan.
(3) Semua mamalia, termasuk manusia, belajar dengan cara
yang sama, yaitu proses belajarnya mengikuti hukum-hukum yang sama.
Implikasinya Dalam Pendidikan dan Pembelajaran.
Menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah. Praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Bagaimana mengajar dengan baik ? Mengajar bukanlah mengharapkan murid tahu apa yang telah diajarkan. Memberi tahu bukanlah mengajar. Mengajar yang baik adalah : tahu apa yang hendak diajarkan, artinya tahu materi apa yang akan diberikan, respons apa yang akan diharapkan, dan kapan harus memberi ”hadiah”, serta pentingnya tujuan pendidikan.
Ada beberapa aturan yang dibuat oleh Thorndike berkenaan dengan pembelajaran :
(1) Perhatikan situasi murid.
(2) Perhatikan respons apa yang diharapkan dan situasi
tersebut.
(3) Ciptakan hubungan respon tersebut dengan sengaja,
jangan mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya.
(4) Situasi-situasi lain yang sama jangan diindahkan
sekiranya dapat memutuskan hubungan tersebut.
(5) Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan
membuat hubungan-hubungan lain yang sejenis.
(6) Buat hubungan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat
perbuatan nyata.
(7) Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga
dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan
di sekolah, antara lain :
(1) Sesuai dengan teorinya, sekolah harus mempunyai
tujuan-tujuan pendidikan yang dirumuskan dengan jelas.
(2) Tujuan pendidikan harus sesuai dengan kemampuan siswa.
(3) Bahan pembelajaran harus terbagi-bagi menurut.
unit-unit, sehingga guru dapat memanipulasi menurut bermacam-macam situasi.
Misalnya situasi menyenangkan, tidak menyenangkan dan lain-lain.
(4) Proses belajar harus bertahap, dimulai dari yang
sederhana sampai kepada yang kompleks.
(5) Motivasi tidak perlu ditimbulkan kecuali dalam
hubungan menentukan ’apa yang menyenangkan bagi siswa’, oleh karena ” tingkah
laku ditentukan oleh ”ekternal reward” dan bukan oleh ”intrinsic motivation”.
(6) Tekanan pendidikan adalah perhatian pada pelaksanaan
respon-respon yang benar terhadap stimulus.
(7) Respon-respon yang salah harus segera diperbaiki agar
tidak diperkuat melalui pengulangan.
(8) Ujian-ujian yang teratur perlu dilakukan karena dapat
merupakan umpan balik bagi guru apakah proses belajar sesuai dengan tujuan.
(9) Bila siswa belajar baik, segera diberi hadiah, bila
siswa berbuat salah harus segera ditegur/diperbaiki.
(10)
Buat situasi
belajar mirip dengan kehidupan nyata sebanyak mungkin, sehingga dapat terjadi transfer
dari kelas ke lingkungan kehidupan nyata.
(11)
Memberi masalah
yang sulit kepada siswa tidak akan meningkatkan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah.
(12)
Pendidikan yang
baik adalah memberikan pelajaran di sekolah yang dapat digunakan di luar
sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
KESIMPULAN
Teori
koneksionisme adalah teori belajar yang menekankan stimulus dan respon. Pada
teori ini proses perkembangan perilaku dapat diukur, di amati oleh respon
pelajaran terhadap rangsangan. Kemudian terdapat kritik terhadap teori
koneksionisme yakni teori koneksionisme cenderung mengarahkan siswa untuk
berpikir linear, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pada teori
koneksionisme mengalami ketergantungan terhadap perilaku yang diamati untuk
menjelaskan pelajaran, serta masih banyak bentuk kritikan terhadap teori
koneksionisme.
Ada beberapa aturan yang dibuat oleh Thorndike
berkenaan dengan pembelajaran :
1. Perhatikan situasi murid.
2. Perhatikan respons apa yang diharapkan dan situasi
tersebut.
3. Ciptakan hubungan respon tersebut dengan sengaja,
jangan mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya.
4. Situasi-situasi lain yang sama jangan diindahkan
sekiranya dapat memutuskan hubungan tersebut.
5. Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan
membuat hubungan-hubungan lain yang sejenis.
6. Buat hubungan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat
perbuatan nyata.
7. Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga
dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar